VIVAnews - Walikota Solo, Joko
Widodo melebarkan karir politiknya ke Jakarta. Sejumlah kebijakan ekstrem sudah
ia siapkan jika terpilih menjadi orang nomor satu di Ibukota.
Jokowi, sapaan akrabnya, akan membuktikan cibiran
orang yang menilainya tidak kenal Jakarta. Pria kelahiran Surakarta 21
Juni 1961 itu menganggap Jakarta dan Solo tidak ada bedanya. Permasalahannya
sama, hanya skalanya saja yang berbeda.
Bagi pengusaha mebel itu, Jakarta sesungguhnya
sudah memiliki masterplan dan studi kota yang lengkap dan mumpuni. Sayangnya
belum ada pemimpin yang punya nyali untuk memutuskan bagaimana membangun masa
depan kota ini.
Kata dia, mengurai kemacetan harus dimulai dari
pembangunan sistem transportasi. Calon gubernur yang diusung PDIP dan Gerindra
ini juga akan membawa kunci sukses Solo ke Jakarta. Pasangan yang resmi
mendaftar ke KPU DKI Jakarta pada Senin, 19 Maret 2012 ini memiliki slogan
'Jakarta Bravo'.
Bersama wakilnya Basuki Tjahaya Purnama alias
Ahok, dia menawarkan program kampanye yang konkret, tidak
sekadar mengubar janji. Mulai dari program kesehatan, pendidikan, kemudahan
urus KTP hingga penanganan pedagang kaki lima.
Berikut petikan perbincangan dengan Jokowi
saat dia bertandang ke kantor VIVAnews pekan lalu.
Bagaimana ceritanya Anda bisa ikut serta dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta?
Karena ditugaskan. Sebetulnya begini, saya tidak punya ambisi di sini, saya biasa bekerja dengan perencanaan panjang. Kalau ingin punya keinginan di sini tentu saja sejak tahun lalu atau dua tahun sebelumnya saya sudah menata jaringan.
Bagaimana ceritanya Anda bisa ikut serta dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta?
Karena ditugaskan. Sebetulnya begini, saya tidak punya ambisi di sini, saya biasa bekerja dengan perencanaan panjang. Kalau ingin punya keinginan di sini tentu saja sejak tahun lalu atau dua tahun sebelumnya saya sudah menata jaringan.
Saya menggarap dulu suasana batin masyarakat di
Solo supaya siap, tapi ini kan tidak. Tiba-tiba nama saya dimasukkan sebagai
kandidat. Mekanismenya harus mendaftar, saya juga tidak mengerti. Saya hanya
membaca di situs berita, setelah itu, saya tidak begitu yakin juga diundang.
Tapi ternyata diundang untuk fit and proper
test. Pertama kali ada sembilan calon, tapi diundang hanya lima, yang tiga
mundur. Tinggal saya dan Pak Nono Sampono. Pak Nono besoknya sudah merapat ke
sana (Golkar). Jadi tinggal saya. Saya bingung, sebab semuanya perlu persiapan.
Jadi perjalanan kecelakaannya dimulai dari situ
Pinangan ini saya terima setelah mendapat
perintah langsung dari Bu Megawati. Lewat sambungan telepon dari Lombok, Bu
Mega bilang, Jokowi ini tugas negara, berangkat jadi calon DKI 1. Jawaban saya,
tidak ada jawaban lain waktu itu selain siap.
Besoknya saya langsung berangkat ke Jakarta untuk
mendaftar di KPU. Semuanya cepat sekali. Saya tidak punya pilihan.
Kalau boleh memilih, Anda pilih mana?
Kalau boleh milih, Solo dong. Tapi kan
ini tidak ada pilihan.
Respons warga Solo?
Berita itu mendadak sekali.
Tapi karena sudah seperti ini, saya mendatangi masyarakat. Kata mereka, ya
sudah Bapak ke Jakarta. Kepada para tokoh saya cerita, ya mereka bisa terima.
Saya datangi warga di bantaran. Dua hari saya muter ke tokoh,
masyarakat. Saya beri penjelasan tapi mereka bisa mengerti.
Keluarga bagaimana?
Kaget. Anak saya tak setuju. Dari dulu anak saya
tidak setuju saya jadi pejabat.
Cerita duet dengan Ahok?
Cerita duet dengan Ahok?
Saya sudah bertemu dua setengah bulan lalu saat
dia ke Solo, tapi tidak dalam rangka DKI. Dia mengunjungi saya, bicara biasa.
Saya melihat juga pemikirannya dalam diskusi itu, hampir 100 persen mirip
dengan saya. Ahok ini kan dari Golkar, ia pemain baru.
Pertimbangan taktis memilih Ahok ini apa?
Itu memang diajukan Gerindra. Waktu terakhir itu
ada tiga yang diberikan ke kami. Mereka menyampaikan list. Tapi diberi
kalkulasi kami putuskan.
Masalah di DKI kompleks, banyak yang
meragukan orang daerah maju di DKI karena permasalahan Ibukota jauh lebih
kompleks dari pada di daerah. Bagaimana pendapat Anda?
Kota itu permasalahannya sama. Kota ya bukan daerah, persis samanya, hanya skalanya berbeda, ada yang besar ada yang kecil, tapi problemnya sama, itu saja. Masalah kawasan kumuh, banjir, macet, urban, bedanya apa.
Kota itu permasalahannya sama. Kota ya bukan daerah, persis samanya, hanya skalanya berbeda, ada yang besar ada yang kecil, tapi problemnya sama, itu saja. Masalah kawasan kumuh, banjir, macet, urban, bedanya apa.
Penyelesainnya apa?
Ini masalah manajemen, di mana-mana juga sama.
Menurut saya di DKI ada tiga. Blueprint makro ada semua, begitu juga
konsep line kota. Kalau kami masuk nanti diperbaiki sedikit demi
sedikit. Ada yang dari kemacetan, gaya Jepang, studinya ada. Korea ada semua,
ratusan. Yang paling penting adalah masalah keberanian mengeksekusi.
Juga
harus fokus, jangan semua dikerjakan. Pimpinan harus fokus, mau kerjakan ini,
ya sudah ini saja. Kemudian selalu di lapangan. Tindakan di lapangan dan
keputusan lapangan. Itu saja, makronya sudah ada tinggal melaksanakan.
Contoh, monorail plek..plek, sekarang gali, besok
maju satu meter, terus diikuti, besoknya maju dua meter, ikuti terus. Karena
dalam perjalanan ini pasti ada masalah, segera selesaikan jangan kecil menjadi
besar. Ya karena itulah nanti saya tidak banyak-banyak di kantor, di lapangan
terus.
Banyak yang bilang warga Solo kan lembah lembut, sedangkan Jakarta itu kan lebih keras. Jadi urus Solo beda dengan Jakarta?
Banyak yang bilang warga Solo kan lembah lembut, sedangkan Jakarta itu kan lebih keras. Jadi urus Solo beda dengan Jakarta?
Siapa bilang, berati tidak mengerti Solo dia.
Fundamentalnya besar mana, laskarnya lebih banyak mana sama Solo, kecil memang,
tapi jadi barometer.
Gambaran soal kemacetan. Satu sampai dua
tahun mengurai kemacetan bagaimana?
Saya kira ada infrastruktur fasilitas yang sudah digarap, dan ada policy, ini harus beriringan, di infrastruktur dan fasilitas. Busway, sekarang sudah ada 11 koridor, penuhi saja totalnya menjadi 15. Bus segera dipenuhi, kurang berapa, tapi ini jangka pendek 1-2 tahun. Nantinya bus ini harus digeser ke pinggir.
Saya kira ada infrastruktur fasilitas yang sudah digarap, dan ada policy, ini harus beriringan, di infrastruktur dan fasilitas. Busway, sekarang sudah ada 11 koridor, penuhi saja totalnya menjadi 15. Bus segera dipenuhi, kurang berapa, tapi ini jangka pendek 1-2 tahun. Nantinya bus ini harus digeser ke pinggir.
Yang sekarang ini akan menjadi trem, tapi tidak
pakai listrik melainkan pakai gas, yang rail busway futuristik. Kenapa
harus pakai itu, karena dapat mengangkut banyak.
Bus hanya berapa sih, paling hanya 60, ini bisa 400 dan lebih nyaman. Ini jangka pendek, memasang rel itu enam bulan rampung. Nonteknis yang menjadi masalah besar.
Itu artinya busway akan diganti?
Bus hanya berapa sih, paling hanya 60, ini bisa 400 dan lebih nyaman. Ini jangka pendek, memasang rel itu enam bulan rampung. Nonteknis yang menjadi masalah besar.
Itu artinya busway akan diganti?
Busway tidak diganti, tapi digeser. Railbus
akan ditempatkan terutama di jalur padat. Kemudian monorail dituntaskan. Untuk
jalan bawah tanah kami buat subwaynya. Tapi yang paling cepat railbus.
Pembiayaan?
Dana APBD DKI kan besar sekali. Apa yang kurang dari Rp150 triliun. Bisa jadi nanti naik menjadi Rp200 triliun. Harga satu unit Rp14 miliar, murah banget. Semuanya bisa dilakukan dengan anggaran sebesar itu. Yang tidak bisa mungkin subway, kasih saja ke investor, tapi jangan diganggu mereka.
Pembiayaan?
Dana APBD DKI kan besar sekali. Apa yang kurang dari Rp150 triliun. Bisa jadi nanti naik menjadi Rp200 triliun. Harga satu unit Rp14 miliar, murah banget. Semuanya bisa dilakukan dengan anggaran sebesar itu. Yang tidak bisa mungkin subway, kasih saja ke investor, tapi jangan diganggu mereka.
Saat ini proyek-proyek seperti itu banyak
yang tidak jalan, kalaupun jalan, justru jalan di tempat?
Karena ada kepentingan, kalau mau kerja di sini jangan ada kepentingan, pasti rampung.
Ada proses birokrasi yang berhimpitan dengan pemerintah pusat?
Karena ada kepentingan, kalau mau kerja di sini jangan ada kepentingan, pasti rampung.
Ada proses birokrasi yang berhimpitan dengan pemerintah pusat?
Itu asal komunikasi saja, kami tanya ke pusat ada
apa. Sama-sama ingin menyelesaikan masalah. Oleh karena itu kerja speed
tinggi ini ditunggu, darurat. Kalau perjalanan dari bandara saja empat jam,
tidak dibayangkan, dan masyarakat kok mau gitu.
Apa modal Anda untuk wujudkan itu semua?
Satu, tidak ada kepentingan, itu modal saya.
Yakin bisa lebih baik dari Fauzi Bowo?
Optimis, itu saja tidak ada kepentingan.
Apa benar tidak ada kepentingan apapun?
Artinya jangan mendahulukan kepentingan kita,
politik. Memang, pasti orang punya kepentingan walaupun hanya 1 atau 2 persen.
Saya di Solo juga seperti ini. Saya meyakini tidak ada kepentingan. Kami
kerjanya enteng dan enak, tanpa beban. Banyak yang menyampaikan ke saya
menakut-nakuti Jakarta ini masalahnya banyak, tapi tidak berpengaruh buat saya,
yakin saja.
Kalau di Solo itukan basis PDIP, kira-kira untuk di Jakarta dukungan seperti apa yang diperlukan?
Parstisipastif, selalu ada di masyarakat, mendengarkan, itu saja. Perencanaan masyarakat diajak dialog, diajak bicara untuk kontrol, jangan sendiri- sendiri saja, pusing nanti.
Bayangkan di Solo PDIP hanya 36 persen suaranya, tapi kenapa pilkada kedua dapat 91 persen, logika politiknya itu. Masyarakat sekarang sudah tidak melihat itu. Figur ini bisa memberi solusi apa tidak.
Matematika politik, dukungan kecil tentu sulit di DPRD?
Kalau di Solo itukan basis PDIP, kira-kira untuk di Jakarta dukungan seperti apa yang diperlukan?
Parstisipastif, selalu ada di masyarakat, mendengarkan, itu saja. Perencanaan masyarakat diajak dialog, diajak bicara untuk kontrol, jangan sendiri- sendiri saja, pusing nanti.
Bayangkan di Solo PDIP hanya 36 persen suaranya, tapi kenapa pilkada kedua dapat 91 persen, logika politiknya itu. Masyarakat sekarang sudah tidak melihat itu. Figur ini bisa memberi solusi apa tidak.
Matematika politik, dukungan kecil tentu sulit di DPRD?
Di DPRD lancar, karena mereka melihat tidak punya
kepentingan ke partai tertentu saja, tapi berada di tengah. Kalau sudah masuk
ke sebuah tempat harus seperti itu, jangan membawa gerbong, sebab itu yang
membuat dewan dan rakyat menyerang. Mereka berfikir bekerja hanya untuk
kelompoknya sendiri.
Kunci sukses di Solo yang akan dibawa ke
Jakarta?
Dialog publik sebanyak-banyaknya. Semuanya diajak
bicara. Jadi orang mempunyai akses untuk ikut memajukan kotanya. Sudah biasa
jika tahun pertama isinya dimarahi orang, dikritik sana sini, tidak apa-apa,
dengarkan saja. Tahun ketiga sudah tidak ada yang bicara, hanya memberikan
masukan, ide, gagasan. Tahun pertama isinya itu, tahun kedua sudah turun, tiga
apa lagi. Kalau melihat bukti, apalagi.
Bukti-bukti apa?
Harus cepat, terutama di pelayanan publik. Urusan
KTP bagaimana supaya cepat. Itu yang memberikan syok kepada
masyarakat.
Terlihat di publik?
Kelihatan. Dulu waktu di Solo pembuatan KTP
memakan waktu 2-3 minggu. Begitu satu jam selesai kami dipuji masyarakat.
Begitu juga soal perizinan.
Birokrasi itu punya logika sendiri. Bagaimana dengan cepat mengubah perizinan?
Sistemnya dari kami, cari programer, siapkan
menjadi sebuah sistem, langsung masuk. Kalau tidak ikut sistem saya copot,
ganti.
Penertiban kaki lima?
Sama persis, di sini nanti akan ada mal PKL,
pasar PKL. Kalau tidak punya tanah, beli wong punya duit kok.
Swasta saja bisa buat mal, masa kita tidak bisa buat.
Satpol PP?
Satpol PP?
Pentungannya akan digudangkan. Lihat nanti bisa
kami lakukan. Sekeras apapun kalau diajak bicara dengan intervensi sosial yang
baik akan jalan. Nanti akan kami ubah total. Pasar tradisional juga sama,
rampung dalam waktu setahun dua tahun, sumber dayanya besar banget kok.
Peta suara untuk pemilihan nanti?
Peta suara untuk pemilihan nanti?
Ini ada enam pasang calon. Kami akan fokus pada
yang kira-kira bisa diambil, seperti pemula dan pemuda. Sehingga tampilnya
harus seperti ini memakai kemeja kotak-kotak. Harus keluar mainstream,
keluar pakem. Masa setiap melihat pilkada calonnya memakai peci, jas, atau baju
koko. Kalau saya sori mboseni.
Dana?
Ada, kami ini paling kecil lah, paling seperseribunya mereka. Kami tidak akan pasang baliho, spanduk, bilboard, iklan. Tidak punya duit.
Tapi kan sedikit-sedikit lumayan juga?
Malu kalau ngomong masalah rupiahnya,
sedikit sekali saya tidak mau bicara apa-apa. Ini juga didapat dari saweran
teman-teman. Di PDIP dapatlah Rp2 miliar lebih, nanti ada lagi teman lain. Tidak
apa-apa nyumbang Rp100 ribu, bahkan Rp20 ribu. Ya pandangan saya
kandidat lain gajah-gajah semua. Dari sisi dana saya merasa kecil, betul merasa
kecil.
Saingan terberat siapa?
Saingan terberat siapa?
Semua berat. Saya kan paling kecil sendiri, yang
lain gubernur saya hanya walikota. Ada mantan Ketua MPR, saya cuma walikota,
ada Jenderal, kalau di militer saya hanya kopral.
Masuk ke basis masa bagaiamana?
Masuk ke basis masa bagaiamana?
Itu partai, karena partai kan punya pengurus dari
cabang sampai ke ranting. Mesin partai paling murah.
Solo dan Esemka ditinggalkan?
Solo dan Esemka ditinggalkan?
Esemka sudah diambil alih oleh PT. Kami hanya
mendorong dari belakang, motivator saja.
Masalah dialog publik, itu bisa dijelaskan lagi?
Masalah dialog publik, itu bisa dijelaskan lagi?
Ada rembuk kota, tokoh-tokoh semuanya, di kampung
paguyuban pasar diajak bicara kota ini mau dibawa ke mana. Banyak orang
menyangsikan apakah di Jakarta bisa, sebab penduduknya padat. Bisa saja di
Jakarta 10 ribu orang diajak bicara. Di Solo 3.500 orang setiap tahun sekali
jam 6 sampai jam setengah 12, tapi rembuk warga, lima kali, itu di kecamatan.
Kalau di sini nanti balaikota, kenapa tidak.
Apakah siap didemo?
Sudah biasa. Saya di Solo tahun pertama setiap
dua hari didemo. Tapi saya temui terus. Di rembuk kota dicacimaki. Saya biasa
dialog seperti ini, saya tanya kamu tidak setuju tolak apa, konsepmu apa. Tahun
kedua tinggal 20 persen didemo, tahun ketiga tidak ada demo. Kadang-kadang
kangen didemo dalam artian pemerintah harus dikontrol.
Sebelum bersanding dengan Ahok, sempat bicara panjang dengan Prabowo?
Saya ketemu Pak Hashim, karena sama-sama di cagar
budaya.
Program perizinan, mempercepat perizinan jangka pendek, selain itu apalagi?
Yang berhubungan dengan masyarakat, kesehatan,
kebutuhan dasar misalnya membangun dengan sistem kartu, bukan asuransi. Nanti
ada Jakarta sehat, di kartu itu akan tertera yang dilayani apa, tidak dilayani
apa. Dengan pegang ini masyarakat tidak perlu SKTM. Dibawa ke RS, rawat inap,
cuci darah, kemoterapi ditanggung, puskesmas gratis. Biaya dari APBD total,
swasta tanda tangan, paksa untuk ikut program. Itu melibatkan rumah sakit
swasta, harus ikut jadi yang sakit ke swasta juga gratis. Kalau di Solo ini
namanya pemeliharaan kesehatan masyarakat Surakarta (PKMS).
Jadi nanti SKTM akan dihilangkan?
Iya dong, kan sudah ada ini. Jadi orang
sakit tidak perlu ke RT, RW. Yang ada tambah sakit dia.
Dulu saya pertama masuk, anggaran kesehatan hanya Rp1,4 miliar. Begitu ada kartu ini saya siapkan Rp19 miliar. Di Jakarta saya melihat anggarannya Rp60 miliar, rampung. Ini bukan mekanisme asuransi. Kalau Jamkesmas itu ada, tapi itu hanya mencakup kecil sekali. Sudah 76 persen warga Solo memegang kartu itu, dari kalangan bawah hingga menengah. Warga tidak perlu membayar premi, total tidak membayar apa-apa. Kalau dihitung dengan asuransi biayanya Rp53 miliar. Pendidikan juga sistem kartu ada platinumnya. Seragam, sepatu, gratis. Ada gold dan silver. Ini pentingnya, nanti home visit. Cek betul, tidak hanya data. Dan saya mesti terjun, sampling.
Dulu saya pertama masuk, anggaran kesehatan hanya Rp1,4 miliar. Begitu ada kartu ini saya siapkan Rp19 miliar. Di Jakarta saya melihat anggarannya Rp60 miliar, rampung. Ini bukan mekanisme asuransi. Kalau Jamkesmas itu ada, tapi itu hanya mencakup kecil sekali. Sudah 76 persen warga Solo memegang kartu itu, dari kalangan bawah hingga menengah. Warga tidak perlu membayar premi, total tidak membayar apa-apa. Kalau dihitung dengan asuransi biayanya Rp53 miliar. Pendidikan juga sistem kartu ada platinumnya. Seragam, sepatu, gratis. Ada gold dan silver. Ini pentingnya, nanti home visit. Cek betul, tidak hanya data. Dan saya mesti terjun, sampling.
Pendidikan?
Untuk pendidikan menjangkau dulu Rp3,4 miliar setahun, sekarang Rp23 miliar. Di sini saya kira dengan sistem ini rampung sampai SMA. Dulu belum ada ini, tiap hari orang menangis. Kalau kita ke kampung tidak ada keluhan, berarti sistem berjalan.
Untuk pendidikan menjangkau dulu Rp3,4 miliar setahun, sekarang Rp23 miliar. Di sini saya kira dengan sistem ini rampung sampai SMA. Dulu belum ada ini, tiap hari orang menangis. Kalau kita ke kampung tidak ada keluhan, berarti sistem berjalan.
Untuk pendidikan, swasta juga dilibatkan, ini
bukan masalah sekolahnya kok, tapi miskin atau tidak miskin. Di Jakarta, swasta
tidak pernah dilibatkan. Di Jakarta anggaran sangat besar, termasuk
transportasi. Bisa saja pelajar, guru, mahasiswa digratiskan. Kenapa tidak?
Pendapatan transportasi besar sekali.
Anda dulu pengusaha, masuk partai, kemudian masuk pemerintahan? Ceritanya bagaimana?
Kecelakaan saja. Saya di bisnis ekspor 23 tahun.
Saya melihat kota kok seperti ini terus. Saya ingin memperbaiki kota saya,
karena semakin tidak baik, bisa turun terus.
Sasaran untuk menarik Betawi?
Sasaran untuk menarik Betawi?
Di sini cerdas-cerdas memilih figur tidak dari
daerah mana, tidak dari KTP mana. Saya meyakini dan saya sudah ke bawah. Mereka
akan memilih yang diyakini memberi solusi. Yang diyakini bisa menyelesaikan
persoalan-persoalan di DKI.
Trik?
Menyampaikan program riil, konkret, bukan janji.
Bukan ngomong yang tinggi-tinggi, itu saja. (eh
In
my opinion, Jokowi need to be nominated as governor of Jakarta, for Jakarta
currently needs to have a governor who cares about people, especially the poor.
In addition, jakarta really need a leader who is honest and dignified. If you
see jokowi has successfully led as mayor solo.
I hope that if the host Jokowi elected governor of Jakarta, and you can be a good leader and can do justice to the people of Jakarta and the migrants, and I hope what you say is not just a promise, but it may be true that the desire by jakarta people, so jakarta the city of could become a model the city of, like the the city of solo
I hope that if the host Jokowi elected governor of Jakarta, and you can be a good leader and can do justice to the people of Jakarta and the migrants, and I hope what you say is not just a promise, but it may be true that the desire by jakarta people, so jakarta the city of could become a model the city of, like the the city of solo
0 komentar:
Posting Komentar